SELAMAT DATANG TEMAN!

Senin, 02 November 2009

Pengakuan Tri Rahayu

Hallo! Namaku Tri Rahayu, yang biasa di sapa Rahayu, dan singkatnya adalah ‘Yu’. Diruangan ini disebuah ruangan yang berdempetan dengan ruang depan rumahku dijadikan perpustakaan. Inisiatif ini terlahir dari ingin kepedulianku terhadap lingkungan yang memiliki minat bacanya kurang, dan juga dari pada tidak terpakai. Banyaknya buku ini adalah hasil koleksi dari Ayah, Ibu, aku serta kedua kakakku bernama kak Dinta dan kak Deny.
Ruangan perpustakaan yang ada empat baris rak buku ini terdapat satu komputer yang biasa untuk iseng kalau aku ingin mengunakannya. Dulu, komputer ini buat rebutan oleh aku dan kak Deny. Setelah dia hengkang pergi ke Jakarta untuk melanjutkan studinya kejenjang S2 di UI, aku agak leluasa memonopoli. Jadi, nggak perlu khawatir, kalau tulisan pribadiku dibaca-baca oleh kak Deny lagi. Juga nggak pakai acara rebutan kursi untuk menduduki didepan komputer, sampai aku pernah di ikat dipilar rumah oleh kak Deny agar dia mendapatkan kedudukan di depan komputer. Setiap kali rebutan, pasti Ibuku hanya bisa bicara kalau besok mau beli komputer 1 lagi. Namun hasilnya nihil.
Tiga bulan lalu, aku mencoba ikut gabung untuk menjalankan dakwah melalui ‘RIMAS’. Yang dimulai aku niatkan dari Jakarta untuk melanjutkan studiku di UGM. Nah! Di Desa inilah dimana aku dilahirkan sembari bergabung untuk melanjutkan dakwah dari teman terdahulu yang sudah berkecimpung di ‘RIMAS’.
Perkenalan teman-teman seperjuangan yang tergolong masih baru sampai sekarang cukup berfareasi.
Pertama-tama adalah Rohim sang ketua. Nama kepanjangan yang aku ketahui dari rekapanku sebagai sekretaris adalah Rohim Surya. Dia dipandanganku karakternya masih biasa-biasa saja. Nggak ada ketegasan, apa lagi wibawa yang menunjukan bahwa Ia adalah seorang ketua jaringan dakwah se Kecamatan Sempor. Mungkin, memang karena situasi kurang mood bagi Rohim menjadikan dia belum kelihatan aslinya saja.
Aku pernah mendengar sedikit pengetahuan seputar tentang dirinya dari adiknya yang bernama Fatimah, katanya sih dia itu tidak bisa apa-apa, dan terlalu tinggi kedudukannya untuk dijadikan ketua. Kata Fatimah, untuk urusan rumah saja dia yang harus memberesi. Katanya lagi, karena Rohim adalah keturunan dari seorang ustad yang terbilang terkenal di Desanya, merupakan penyebab banyak yang memilih untuk dijadikan ketua.
Hmm...tapi, aku belum percaya begitu saja sebelum memang-benar-benar melihat aslinya.
Berikutnya adalah Karyamin. Yang biasa di panggil Arya. Soal panggilan nama Arya aku pernah bertanya ke Sidik sahabat dekatnya, kenapa Karyamin dipanggil Arya? kenapa tidak di panggil Karya, atau Yamin. Jawab Sidik cukup memuaskan sekaligus sependapat bagiku. Yaitu karena nama panggilan Arya itu selevel dengan wajahnya yang tampan. Meskipun, aku dengan Sidik ada jarak, disebabkan ada permusuhan tentang seputar kejadian aku di kerjain oleh Tikno.
Bukti ketampanan dia adalah pas aku sedang iseng-iseng hitung ulang hasil perolehan lewat serobek kertas untuk memastikan Rohim sebagai pemenang, yang selisih dengan Farid cuma dua suara. Setelah aku teliti secara cermat hasil perolehan Arya, aku yakini pemilih Arya yang memiliki peringkat ke tiga, semuanya adalah wanita. Yang dapat dideteksi melalui bentuk tulisannya.
Wakil ketua ini bisa dikatakan pemilik wajah tampan sepengurus, mungkin bukan hanya sepengurus bisa jadi se Kecamatan Sempor. Selain itu anaknya juga lugu.
Anak yang selalu memarkirkan sepedanya diluar pagar rumah setiap main kerumahku dimalam hari untuk pinjam buku, dan sudah tiga kali dalam dua minggu terakhir, juga selalu memakai pakaian sangat sederhana. Dan aku yakin kalau Arya memakai pakaian terkenal yang dipajang di etalase toko ternama, setiap nenek yang bicara dengan Arya langsung berubah manja, kalau Ibu-ibu pengajian jum’at sore di Masjid Taqwa melihat Arya menjadi sinoman mengangkat makanan ringan langsung pada caper, tentunya agar Arya bisa menjadi menantunya. Serta, mba-mba yang jaga di dokter Agus buka praktek 24 jam itu, langsung berubah menjadi kekanak-kanakan kalau Arya jadi pasiennya. Seperti nabi Yusuf saja, sampai yang melihat ketampanan beliau tidak sadar kalau jarinya terpotong. Pokoknya! Arya itu anak paling cakep di antara anak yang paling cakep.
Beralih ke Sidik Injaya sebagai bendahara. Sekilas, memang wajahnya seperti salah satu grup nasid The FIKR bernama Tofan. Anaknya cukup spesial untuk ke aku, yaitu spesial usil. Ia adalah peledek nomor wahid sekaligus pendukung Tikno untuk bercanda kelewatan ke aku. Kadang heranku terbenak, kenapa anak rese seperti Sidik dijadikan bendahara.
Usulanku berupa pemberian honor kepengurus, seolah menambah beban buat Sidik. Pokoknya! Kalau nanti dalam mengurusi keuangan tidak beres, perlu dilaporkan ke KPK.
Berikutnya Farid. Ini adalah pengurus yang sangat berwibawa, saking over wibawa Ia terkesan serius, atau memang benar-benar serius untuk menggeluti dakwah. Sampai senyum pun dapat dihitung dengan jari kalau dihitung pas rapat.
Kayaknya juga, Farid terbilang sudah cukup lama bergelut di ‘RIMAS’.
Aku pernah sekedar ngobrol sama kakakku yang bernama Dinta melalui Hp, untuk mengetahui sebagian karakter dari sejumlah teman baruku, guna lebih cepat untuk adaptasi dengan mereka. Entah kenapa kakakku hanya mengenalkan karakter Farid dan Fitri ke aku dari sekian banyak pengurus yang kutanyakan. Meski Kak Dinta juga kenal dengan Rohim dan Dede.
Dan kakakku bilang, menurut Farid, hidup ini adalah seperti landasan bandara dan kita harus tahu dimana kita akan mendarat. Dan menurut dia lagi, hidup ini adalah perjuangan untuk dakwah Islam sampai titik darah penghabisan.
Waah...tipe pejuang sejati Farid.
Selepas Farid, menuju ke Dede sang pemegang Departemen Kesenian dan Olahraga. Ini dia, teman dekat baruku selepas dari Jakarta yang tingkah dan gayanya lumayan lucu dan menarik, dan setiap aku teringat dengan kelakuan-kelakuan lucunya mulai dari gaya bicara sampai tingkah lakunya membuat aku kangen. Saking dekatnya dia dengan aku. .Ku anggap seperti saudaraku sendiri, dan teman yang sering kubawa kemana aku suka pergi.
Awal perkenalannya mudah sekali. Waktu pertama muncul di ‘RIMAS’, aku mengenal Dede saat dia menjadi anggota pengurus. Dede juga ternyata kenal kakaku si Dinta. Ceritanya begini, waktu awal-awal baru kenal denganku, tenggang beberapa hari aku ajak ia main kerumah.
Sempat mlongo sembari melihat rumahku saat berada di depan pagar besi. Langsung saja aku tarik pergelangan tangannya untuk segera masuk kerumah. Sampai di ruang depan aku tawarkan beberapa aneka minum mulai dari jus, kopi atau teh, Dede hanya menjawab air putih saja.
“Yu, rumahmu besar sekali ya Yu!” nadanya terdengan takjub, seperti baru melihat sesuatu yang wah, yang sebelumnya belum melihatnya.
“Biasa saja De.” Kataku singkat.
“Kalau rumahku dijual, kayaknya baru bisa membuat teras rumah Yu,” kata Dede membandingkan.
“Yah, nggak usah sebesar itu De. Harta kekayaan itu kan titipan Allah.”
Dede sedikit manggut, kemudian bertanya kepadaku,“Ustad Dinta masih di Bandung Yu?”
“Ustad Dinta? Di Bandung?”tanya balik ku heran.
“Ini kan rumah Ustad Dinta kan?” tanya Dede lagi.
Aku sempat berfikir,”Oh! Kak Dinta! Memang pernah jadi Ustad?”
“Ia. Dan aku salah satu santrinya. Kamu sendiri saudaranya atau adiknya?” tanya Dede yang memang belum tau asal usul siapa Rahayu yang cantik ini sebenarnya.
”Kira-kira siapanya?”
Dede menggeleng.
“Ia. Aku adiknya.”
Mulai saat itu Dede baru mengetahui kalau aku adalah adiknya kak Dinta.
Oh ya! Nama kepanjangan Dede ialah Dede Isnapisah.
Kemudian ke Salim Firdaus pemegang Departemen Humas, yang kebiasaannya sering main mata dengan beberapa pengurus wanita kalau di lingkungan Masjid.
Alim bagiku merupakan teman yang misterius.
Dia pernah kedapatan tiga kali di stasiun Gombong olehku sedang ngobrol dengan beberapa tukang ojek yang sedang berburu penumpang, saat hendak aku menuju Jogja untuk studyku di UGM. Dia menampilkan orang yang sangat biasa. Dengan memakai baju sedikit lusuh dan memakai topi, kurasa adalah khas dia kalau berada di stasiun Gombong. Sama sekali nggak menampilkan kalau dia adalah seorang akitifis dakwah, atau dia adalah seorang mahasiswa.
Juga lagat dan gayanya yang selalu pendiam kalau dia berada di Stasiun. Sangat kontras kalau Alim berada di lingkungan Masjid, yang biasa bercanda dan penuh dengan tawa. Bisa dibilang, Alim seperti bunglon yang dapat menyesuaikan diri di lingkungan.
Entah kenapa, Alim seolah nggak mengenaliku kalau di Stasiun. Mungkin karena perbedaan jauh yang ia rasakan dalam hal penampilan. Pernahku mencoba mendekati dia untuk sekedar ngobrol, hanya menjauh yang aku dapatkan.
Seolah, dia seperti ditektif yang sedang mencari pelaku kejahatan, atau seperti mahasiswa yang sedang mencari bahan skripsi.
Oh iya! Untuk kedapatan yang ke tiga, aku cukup kaget kalau ternyata Alim berjualan makanan ringan ala asongan di kereta-kereta. Ternyata Alim suka berjualan.

Tikno! Adalah evolusi dari Sartikno. Dari namanya dapat di dideteksi keberadaanya kalau dia adalah anak pegunungan. Ini dia anak yang pernah ngerjain aku untuk membantu membenarkan sepedanya yang pura-pura menindihi dirinya.
Cara candanya yang kurasa cukup menarik, tapi cukup kelewatan juga! Cuma aku hanya khawatir saja persepsi yang bisa berkemungkinan buruk dari beberapa orang yang melintasi jalan raya melihat aku ketika itu. Termasuk Sidik dan Arya yang menyaksikan kejadian itu.
Teman seperjuangan yang tingkahnya mirip Mail dalam komedi ‘OB’. Kalau menurut Fatimah si adik ketua umum ‘RIMAS’, Tikno yang memimpin Departeman Perlengkapan ini mirip Drakula!.
Oh iya! Si Fitri belum aku jabarkan ke kamu. Kalau Fitri kelihatannya juga sudah cukup lama di ‘RIMAS’. Dengar dengar sih, dia sudah 2 tahun lebih mengurusi TPQ. Dan santri hasil dari didikannya. Sudah cukup banyak yang berprestasi. Ada yang juara 1 lomba Kaligrafi tingkat Kabupaten, ada juga yang mendapat juara 2 tingkat Provinsi untuk kategori lomba menghafal Al Qur’an.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar